Businesstoday.id, DEPOK – Selama 10 tahun terakhir adalah masa paling mengenaskan bagi nasib bangunan-bangunan bersejarah di Depok, Jawa Barat. Rumah Cimanggis dari abad 18 yang terancam proyek pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII)
JJ Rizal, sejarawan dari Komunitas Bambu, menjelaskan bahwa situs-situs sejarah yang mayoritas heritage dari abad 18 dan 19 secara berturut-turut dihancurkan. “Depok gencar membangun, tetapi diarahkan oleh pemerintahnya sebagai kota tanpa ingatan, tanpa masa lalu,” katanya kepada Businesstoday, hari ini (Ahad, 7/1/2017).

Pada 2007, Rumah Pondok Cina yang dibangun 1690 dihancurkan sebagian besar ruangnya. Disisakan bagian depannya saja. Itu pun interiornya telah dimutilasi disesuaikan untuk keperluan komersil mall kemudian hotel.
Selang 6 tahun kemudian, pada akhir 2013, giliran Rumah Pembakaran Kapur di Curug, Cimanggis. Situs sejarah yang khas arsitekturalnya dan sudah langka di Indonesia dihancurkan untuk gudang pabrik obat.
Itu semua belum termasuk hilangnya dan beralih fungsinya tujuh rumah tua di kawasan Depok Lama selama 4 tahun belakangan.
Kini giliran Rumah Cimanggis dari abad 18 yang terancam proyek pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) oleh Yayasan UIII yang diketuai Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Rumah Cimanggis adalah situs sejarah yang terdapat di kilometer 34 jalan arah Bogor sebelum kawasan Cibinong dalam komplek RRI Depok. Dibangun pada 1775 oleh Gubernur Jenderal van der Parra (1761-1775).
Pakar sejarah bangunan tua Adolf Heuken menyebut Rumah Cimanggis sebagai contoh terbaik dan satu-satunya yang tersisa di Depok dari rumah peristirahatan atau land huizen pejabat VOC di pinggiran Batavia.
Arsitektur paling artistik gaya pertemuan unsur kebudayaan tropis Jawa dengan unsur gaya klasisisme kebudayaan Eropa dari masa Louis XV.
Selain itu Rumah Cimanggis juga menjadi penanda betapa dahulu kawasan itu dari hutan dibuka sehingga menjadi sebuah kota tempat transit utama dari jalan besar yang menghubungkan antara Batavia dengan Buitenzorg atau Bogor kini.
Jalan yang kemudian menjadi dasar ide Gubernur Jenderal Daendels untuk membuat Jalan Raya Post (Grote Postweg). Suatu jalan yang kelak menjadi asal usul lahirnya kota-kota modern di Jawa.
Namun, malangnya Rumah Cimanggis itu tidak dipelihara sebaik-baiknya, meskipun menyimpan sejarah awal perkotaan modern di Jawa dan dari segi arsitektural suatu pencapaian serta sudah langka karena banyak sejenisnya sudah dirobohkan.
Pemerintah Kota Depok dan RRI lepas tangan serta kurang bersemangat menyelamatkan situs sejarah itu. Bahkan Pemerintah Kota Depok malas menindak lanjuti Rumah Cimanggis yang sudah terdaftar di BPCB (Badan Pelestari Cagar Budaya) Serang sejak 2011 dengan No. 009.02.24.04.11 agar resmi sebagai cagar budaya.
Lantas kini, di tengah rentetan bencana penghancuran dan ketakpedulian pemerintah Kota Depok itu, ironisnya justru Pemerintah Pusat menggelontorkan uang Rp400 miliar untuk mendukung Yayasan UIII menggunakan lahan situs bersejarah dari abad ke-18 itu.
Proyek UIII ini didukung oleh Kementerian Agama dan Wakil Presiden RI. Bahkan sempat ada informasi peletakan batu pertamanya akan dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Ironi semakin besar sebab ada pernyataan Rumah Cimanggis: “Dirobohkan,” kata Kaharuddin selaku Panitia Pembangunan UIII sekaligus Utusan Sekretariat Wakil Presiden.
Beredar informasi bahwa Rumah Cimanggis tidak ada dalam master plan UIII. Sementara beredar pula informasi bahwa dalam master plan UIII itu Rumah Cimanggis akan diselamatkan dan dikonservasi dengan cara dimasukkan dalam area UIII.
Namun, sudah banyak kasus bahwa upaya penyelamatan dengan mamasukkan situs ke dalam proyek infrastruktur besar malah menjauhkannya dari publik dan membuat situs sejarah tinggal ornamen yang hidup segan mati tak mau.
Bisa disebutkan, seperti nasib candi di area pendidikan UII Yogyakarta yang akhirnya hanya jadi ruang eksklusif. Apalagi dalam area apartemen seperti rumah bersejarah keluarga Khou Kim An di dekat Glodok. Serupa nasib Rumah Pondok Cina di dalam pusat perbelanjaan di Depok.
Situasi itu menyedihkan karena bertolak belakang dengan menaiknya semangat warga Depok memperjuangkan penambahan ruang publik yang krisis. Aneka komunitas tumbuh untuk memperjuangan agenda besar itu yang salah satunya adalah penyelamatan situs-situs sejarah agar kota itu memiliki jejak masa lalu sebagai penanda keberadaannya yang historis dan beradab.
Apalagi Rumah Cimanggis yang bukan saja bersejarah, tetapi juga santer berita merupakan kawasan ruang terbuka hijau (rth) dan resapan yang dikerjasamakan sebagai run off atau penahan laju air dari selatan ke Jakarta.
Tentu saja jika bangunan bersejarah dan area sekitarnya itu dialihkan fungsinya akan semakin membuat rentan daya dukung lingkungan berkota yang sehat di Depok. Juga mengganggu fungsinya yang penting untuk mengurangi debit air agar tak menjadi bencana banjir ke Jakarta.
JJ Rizal meminta kepada Presiden Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Agama Lukman Saifuddin, dan Walikota Idris Abdussomad mengimbau:
Pertama,Selamatkan Rumah Cimanggis. Mohon menjalankan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang mengamanahkan agar melindungi dan melestarikan bangunan bersejarah.
Otomatis mendidik warga cara berkota yang beradab karena berhasil menjaga heritage yang memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kebudayaan.
Alhasil mental menjadi kaya akan nilai-nilai. Bukankah sikap dan haluan pembangunan yang dicita-citakan Presiden Jokowi yang termaktub dalam Nawacita butir ke-8 jelas-jelas menyebut agar memanfaatkan sejarah sebagai sumber nilai.
Kedua, perbaiki dan fungsikan sebagai museum pertama bagi sejarah Kota Depok. Berikanlah area yang pantas bagi Rumah Cimanggis, sehingga sebagai situs sejarah bisa tampil dalam otentisitasnya landhuizen atau rumah peristirahatan dengan halaman luas yang difungsikan sebagai RTH bagi kota Depok.
Ketiga, jadikan Rumah Cimanggis sebagai ruang publik yang mudah diakses oleh masyarakat.
Keempat, mohon kepada pelaksana pembangunan UIII membuka kepada publik master plan pembangunan kampusnya, sehingga masyarakat mendapat informasi yang jelas.